• Selama tiga kali pasaran terakhir, harga penjualan sapi di Pasar Hewan Sunggingan, Boyolali mengalami penurunan Rp 500.000 – Rp1 juta tiap ekor.
  • Revitalisasi Umbul Tirtomulyo di Dusun Umbul, Kemasan, Sawit, Boyolali, tahap pertama sudah berjalan 60%.
  • Sebanyak 10 orang siswa dari OSIS SMK Ganesha Tama dan SMK Muhammadiyah 4 mengadakan kerja bakti membersihkan coretan di dinding bagian depan Taman Sono Kridanggo dan BPD Boyolali.
  • Menghadapi musim penghujan yang intensitasnya mulai tinggi, BPBD Boyolali melakukan pemetaan daerah rawan bencana alam.

Selasa, 31 Juli 2012

Musim Kering, Persediaan Pakan Hijau Ternak Minim

Seorang warga mencari rumput.
Musim kemarau yang masih berlangsung membuat setok pakan hijau-hijauan untuk ternak minim. Akibatnya, terutama para peternak sapi yang mengalami kesulitan memberi makan ternaknya.
Salah satu peternak asal Desa Winong, Boyolali Kota, Widodo mengatakan, musim kemarau ini membuat setok pakan hijau-hijaun untuk sapi-sapinya berkurang drastis. Padahal setiap hari ia membutuhkan 25 ikat rumput. “Biasanya harga sekitar Rp1.000/ikat. Akan tetapi, musim kering seperti ini naik menjadi sekitar Rp2.000/ ikat,” katanya.
Para peternak yang memiliki banyak ternak umumnya punya lahan dengan rumput. Namun, lahan itu banyak mengering sehingga rumput yang biasa digunakan untuk pakan terbatas. Pasalnya, lahan hijau tidak mendapatkan pasokan air hujan selama musim kemarau ini.
Mereka pun harus membeli pakan untuk memenuhi kebutuhan ternaknya. Meskipun harga pakan hijau ini menjadi naik hingga dua kali lipat. Widodo pun mencampur hijau-hijauan dengan bekatul dan ubi-ubian seperti singkong. Bebannya sedikit berkurang karena sapi peliharaannya merupakan dagangan yang dijual. Kekurangan bisa ditutup dengan hasil penjualan sapi.
Peternak lain asal Cepogo, Haryanto mempunyai cara lain untuk menyiasati berkurangnya setok pakan hijau-hijauan ini. Peternak yang memiliki delapan ekor sapi ini mengantisipasi kelangkaan pakan hijauan dengan membuat silase. Yakni, pakan hijau-hijauan yang difermentasikan dengan tetes tebu dan bekatul. “Hijauan ini saya cari hingga ke sejumlah wilayah. Pakan saya setok jauh-jauh hari sehingga saat kemarau seperti ini tidak kekurangan pakan,” katanya.

Ia membuat pakan jelang musim kemarau. Pakan silase ini bisa untuk memenuhi kebutuhan selama sebulan lebih. Selain itu, peternak bisa menghemat uang untuk biaya lainnya.

Sumber: solopos.com


Selanjutnya...

Warga Sawit Keluhkan Bau Tak Sedap IPAL

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
komunal di Dk Jajaran, Ds Karangduren, Kec Sawit.

Sejumlah warga di Dukuh Kajen, Desa Guwokajen, Kecamatan Sawit, Boyolali mengeluhkan bau tak sedap yang disinyalir berasal dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL komunal itu terletak di sebelah Dukuh Kajen yang terletak di Dukuh Jajaran, Desa Karangduren, Kecamatan Sawit.
Ketua RT009 RW002 Kajen, Eko Purwanto mengatakan, bau tak sedap itu sudah lama dikeluhkan warga Kajen. Pasalnya, aroma menyengat itu justru mengarah ke warga Kajen yang tidak ikut dalam IPAL komunal ini.
“Bau tidak enak itu sudah cukup lama kami rasakan. IPAL komunal ini menampung pembuangan akhir milik warga Jajaran, Karangduren. Kami yang tidak ikut malah terkena bau tidak sedapnya,” katanya saat ditemui wartawan di lokasi, Selasa (31/7/2012).
Eko menjelaskan, IPAL komunal ini dibuat sekitar hampir satu tahun lalu. Selama itu, bau tidak sedap seringkali terasa oleh warga. Di sampingnya ada kamar mandi yang masih digunakan hingga saat ini.   Menurutnya, IPAL komunal ini sejak awal untuk biogas. Akan tetapi, yang terjadi justru bocor dan pembuangan kotorannya langsung ke sungai yang berada di sebelahnya. Tak pelak, hal ini semakin menimbulkan bau.
Warga lain, Dewi menambahkan, jika angin bertiup cukup kencang, baunya semakin menjadi-jadi. Bahkan, air limbah kerapkali merembes ke dinding batu yang berbatasan langsung dengan sungai. “Setiap hari bau seperti ini. Apalagi arah angin ke utara dukuh kami. Warga Kajen yang justru merasakan baunya. Kami berharap, tempat yang bocor itu diberi pipa atau bagaimana agar tidak bau,” imbuhnya.
Tindak Lanjut
Sementara itu, Kades Karangduren, Haryanto mengatakan, hingga kini belum ada keluhan dari warga terkait bau menyengat yang berasal dari IPAL komunal di desanya. Menurutnya, pengolahan limbah dulu memang sempat bau tetapi, setelah itu tidak lagi.
IPAL komunal itu direncanakan untuk menampung pembuangan akhir milik 100 KK. Namun, baru 51 KK yang menggunakannya. Instalasi ini merupakan bantuan dari Pemkab Boyolali melalui Dinas Pekerjaan Umum, Energi dan Sumber Daya Mineral (DPU ESDM) senilai Rp350juta. Pembangunannya oleh masyarakat sendiri tetapi sesuai petunjuk dinas terkait.
“Ini teknologi terbaru dalam mengolah limbah rumah tangga. IPAL ini mengolah limbah dan yang dibuang ke sungai itu diharapkan yang sudah bersih,” paparnya.
Meskipun demikian, pihaknya bakal menindaklanjuti terkait keluhan warga ini. IPAL komunal ini dimungkinkan pengolahan atau fermentasi kotorannya kurang sempurna. Ia segera melapor kepada instansi yang berwenang.



Selanjutnya...

Selasa, 24 Juli 2012

Setiap Menjelang Buka Puasa Jalan Merbabu Dipenuhi Pedagang Musiman, Lalu-lintas Macet

Satpol PP berjaga di ruas Jalan Merbabu.
Menjelang buka puasa, ruas Jalan Merbabu, Boyolali dipenuhi pedagang makanan dan minuman. Kondisi ini mengakibatkan arus lalulintas disepanjang jalan tersebut menjadi tersendat. Pasalnya, pedagang, pengunjung, parkiran dan pengguna jalan berbaur menjadi satu.


Selain mengakibatkan kemacetan arus lalu-lintas, kondisi ini juga mengakibatkan keruwetan di Jalan Merbabu. Apalagi, aktivitas pedagang makanan dadakan ini dilakukan pada jam-jam sibuk, antara pukul 15.00-18.00 WIB.


Sementara itu untuk melancarkan arus lalu-lintas, petugas Satpol PP Pemkab Boyolali melakukan penjagaan di ruas jalan tersebut. Kepala Satpol PP Boyolali Hindarto Setyo Utomo mengakui, langkah tersebut sebagai antisipasi agar Jalan Merbabu tetap lancar. Selain itu, juga untuk memberikan kenyamanan bagi pengunjung yang ingin ngabuburit di lokasi.
“Kita akan lakukan pemantauan, terutama soal parkir, dalam beberapa hari ini akan kita awasi, kalau misal masih ruwet, ya nanti akan kita carikan tempat parkir,” tandas Hindarto Setyo Utomo, Senin (23/7).
Jalan Merbabu selama ini setiap Puasa menjadi tempat favorit bagi masyarakat untuk menjual makanan dan minuman untuk buka puasa. Konsumennya berasal dari masyarakat Boyolali sendiri. Berbagai olahan makanan, snack hingga es buah dijual di tempat tersebut.

Sumber: timlo.net


Selanjutnya...

Senin, 23 Juli 2012

Melongok Kampung Pedagang Sate Kambing: Tugu Sate Tongseng Simbol Kerukunan Glagahombo

Tugu Sate Tongseng di Glagahombo, Blumbang, Klego.
Sebuah dusun di wilayah Kabupaten Boyolali dikenal sebagai pusatnya pedagang sate kambing. Tidak hanya dikenal di Boyolali, namun juga terkenal di Ibukota. Sebagai tanda, dibuatnyalah Tugu Sate Tongseng di tengah dusun.


Dusun Glagahombo, Desa Blumbang, Kecamatan Klego atau tepat di sebelah selatan Waduk Bade. Di dusun ini, sebagian besar warganya berprofesi sebagai pedagang sate kambing. Kebanyakan berjualan sate kambing di Jakarta.


Menurut Sekretaris Paguyuban Ikatan Kerukunan Keluarga Glagahombo Jabotabek, Purwanto, saat ini terdapat 1000 pedagang sate kambing di Jakarta. Begitu banyaknya warga yang berjualan sate kambing di Ibukota berawal dari getok tular warga yang sudah menetap di sana.


“Awalnya cuma sedikit, kemudian saling getok tular, kita ambil pekerja dari kampung, kalau sudah mampu, mandiri sendiri, akhirnya menjadi banyak, tersebar di Jabotabek,” ungkap Purwanto.


Diceritakan juga mulainya merambah ke Jakarta pada tahun 1960-an. Salah satu pelopornya Almarhum Jumiran, yang merintis dagang sate kambing ke Ibukota. Jumiran sendiri tidak begitu saja sukses mendulang emas di Jakarta. Usaha yang dilakukan pertama kali berkeliling hingga kemudian memiliki kios dan menetap. Keberhasilan Jumiran ini kemudian diikuti warga Glagahombo.


Sebagai wujud kebanggaan warga Glagahombo sebagai penjual sate kambing maka dibangunlah Tugu Sate Tongseng. Tugu ini juga untuk mengingatkan generasi Glagahombo untuk melanjutkan kebanggaan itu, jangan sampai hilang dan punah.
“Kita berharap jangan sampai punah. Bagaimanapun juga jualan sate tongseng kambing telah mampu mengentaskan kemiskinan dan mensejajarkan ekonomi kami dengan daerah lain,” tandas Purwanto.
Tugu Sate Tongseng sendiri berwujud patung Semar dan Petruk dengan angkring tempat berjualan sate keliling dan tempat bakaran. Tugu ini dibangun dengan dana swadaya masyarakat dan menghabiskan dana Rp 150 juta. 

Sumber: timlo.net


Selanjutnya...

Melongok Sumur Air Asin di Sambi

Sumur air asin di desa Ngaglik yang terlantar.
Di Desa Ngaglik, Kecamatan Sambi, Boyolali terdapat sebuah sumur dengan air berasa asin. Keberadaan sumur dengan rasa istimewa ini sudah puluhan tahun lalu. Bahkan, telah ada sejak zaman penjajahan.


Dahulu, sumur ini menjadi salah satu potensi desa setempat. Rasanya yang asin kemudian dimanfaatkan penduduk setempat untuk membuat garam. Garam asal Ngaglik ini sempat moncer hingga ke berbagai daerah.  Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, garam produksi warga asli Sambi ini turun pamor. Garam Ngaglik tersaingi oleh banyaknya produk dari daerah lain yang marak di pasaran.


Salah satu penduduk setempat, Ahmad Ma’ruf menuturkan, sumur asin ini sudah ada sejak zaman Jepang. Kakek 60 tahun ini menceritakan, dahulu warga yang membuat garam dari sumur ini bisa sampai 150 orang.  Dari sumur berdiameter sekitar 50 meter itu, warga mengalirkan air asin itu ke petak-petak kayu. Air asin itu dibiarkan hingga mengeras dan membentuk kotak-kotak sesuai tempatnya.



Menurutnya, sumur asin itu mempunyai kedalaman hingga 15 meter. Sumber air asin ini konon juga keluar di luar sumur. Di sekitar sumur banyak bergelembung air dan rasanya juga asin. “Sekitar 100 meter dari sumur juga ada sumber air asin. Asalnya mungkin juga dari sini. Akan tetapi, sekarang sudah tidak keluar airnya,” tutur Ma’ruf saat ditemui di lokasi akhir pekan lalu.
Lambat laun, usaha garam ini surut dan akhirnya mati. Kini warga justru memanfaatkan lahan  di sekitar sumur untuk bercocok tanam. Penduduk memilih menanam palawija seperti jagung, kacang dan sebagainya.  Ia berharap, usaha pembuatan garam bisa dimulai lagi. Selain memanfaatkan potensi sumur asin yang ada juga dapat membantu meningkatkan perekonomian warga setempat.
Sementara Kades Ngaglik, Qomari mengatakan, dahulu luasan genangan air asin yang dimanfaatkan warga untuk membuat garam mencapai tiga hektar. Namun saat ini luasan hanya tinggal belasan meter saja. Ia juga berharap supaya air asin di desanya dapat dikembalikan lagi kejayaannya.  “Setidaknya di bidang pariwisata dapat dikembalikan seperti dulu. Sumur asin ini bisa menjadi sumber penghasilan warga kembali,” katanya.
Qomari menjelaskan, sumur asin dulunya bukan hanya satu buah. Akan tetapi, sekarang tinggal satu karena yang lainnya tertimbun tanah. Ia berharap, potensi di desanya bisa meningkat.

Sumber: solopos.com


Selanjutnya...

Rabu, 18 Juli 2012

Padusan, Mas dan Mbak Boyolali Siraman

Mas dan Mbak Boyolali menjalani ritual
siraman di acara padusan.
Tradisi padusan di Kota Susu dibuka dengan Siraman terhadap Mas dan Mbak Boyolali di Umbul Ngabean, Pengging, Banyudono, Rabu (18/7). Sebelum Siraman, ritual tahunan ini diawali dengan kirab budaya dari Masjid Ciptomulyo menuju ke Obyek Wisata Tirtomarto Pengging.


Setelah rombongan kirab tiba di Pengging, Mas dan Mbak Boyolali, Andika Cahya Saputra dan Wahyu Nur Wijayanti sungkem kepada Bupati Boyolali dan Muspida yang hadir. Setelah itu, baru dilakukan siraman yang diawali Bupati.


Keduanya disiram menggunakan air bunga yang telah disiapkan. Mulai dari Bupati, Ketua Dewan Slamet Paryanto hingga Kepala Disbudpar, Drs Sugianto. Usai siraman, Mas dan Mbak Boyolali digiring ke Umbul Ngabean untuk dimandikan langsung ke kolam yang dulu digunakan sebagai tempat pemandian Paku Buwono X, Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.


Bupati Boyolali, Seno Samudro mengatakan, selain Pengging, pihaknya juga menyiapkan Tlatar. ”Dulu padusan ini digunakan Walisonggo untuk syiar agama Islam, sekarang padusan diartikan menyucikan diri menjelang puasa,” ungkap Bupati.




Sumber: timlo.net



Selanjutnya...

Inilah Obyek Wisata Pilihan untuk Padusan

Salah satu kolam renang di Umbul Tlatar.
Dua obyek wisata yang disiapkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Boyolali untuk padusan, andalah Obyek Wisata Tlatar di Boyolali Kota dan Obyek wisata Umbul Tirtomarto atau Umbul Pengging, Banyudono. Ritual padusan di dua obyek wisata tersebut akan digelar selama dua hari, 18-19 Juli.

Untuk obyek wisata Tlatar, pengelolaan tradisi padusan diserahkan ke pihak Desa Kebonbimo, Boyolali Kota. Di obyek ini terdapat tiga umbul yang bisa digunakan, umbul besar, kolam renang international dan umbul Pengilon. Selain kolam renang milik pemancingan Atasia. Untuk Tlatar, Disbudpar menargetkan 12 ribu pengunjung.
Sementara untuk Tirtomarto yang lebih dikenal dengan Umbul Pengging, Disbudpar menargetkan 10 ribu pengunjung. Untuk pengelolaan di Umbul Pengging diserahkan ke pihak ketiga. Di umbul Pengging ini terdapat tiga umbul dan satu kolam anak-anak. Tiga umbul tersebut, umbul Ngabean, Umbul Nganten dan Umbul Dudo serta kolam renang anak-anak.
Menurut pihak pengelola umbul Pengging, Subagio Win-win, pihaknya menargetkan pendapatan sebesar Rp 48 juta selama dua hari. Sedangkan harga tiket masuk sebesar Rp 9000. Diakui harga tiket masuk lebih mahal dibandingkan sebelumnya. Pasalnya, untuk event padusan kali ini sebagai daya tarik pengunjung, pihaknya menghadirkan penyanyi setara dengan artis-artis ibukota.
“Memang tiketnya lebih mahal, karena kita juga ingin pengunjung puas, tapi kita optimis target akan terpenuhi ” ungkap Subagio, ditemui di Umbul Pengging, Selasa (17/7).
Selain itu, sebelum pelaksanaan padusan dimulai, pihaknya juga akan melakukan acara siraman, secara simbolis sebagai tanda dibukanya padusan.

Sumber: timlo.net


Selanjutnya...

Sabtu, 14 Juli 2012

Tenongan untuk Nyadran Berganti Infak


Tradisi Nyadran masyarakat lereng Gunung Merapi dan Merbabu sudah lama dilakukan nenek moyang mereka. Tradisi ini tidak hanya dilakukan kalangan sepuh. Generasi mudapun ikut andil dalam melestarikan tradisi ini.
Seperti di Dukuh Kuncen Desa Samiran Selo yang berjarak 4 kilo dari Puncak Merapi. Awalnya Nyadran ini digelar pada 1954 dan hanya diikuti 8 kepala keluarga. Namun, sekarang setidaknya terdapat 234 kepala keluarga yang ikut nyengkuyung tradisi ini.
“Sekarang hampir semua warga di dusun sini ikut andil tanpa terkecuali, bahkan yang sedang merantau menyempatkan diri untuk pulang,” ujar Sunardi, warga Kuncen, Jumat (13/7).
Nyadran sendiri dimulai dengan membersihkan pemakaman umum  kampung setempat. Setelah itu, warga mulai berdatangan sambil membawa tenong atau wadah yang di dalamnya berisi aneka makanan. Setelah diadakan Tahlil dan doa bersama, barulah mereka menikmati makanan yang mereka bawa. Semua yang hadir bebas menikmati makanan tersebut.
Uniknya lagi, seiring dengan perkembangan jaman, warga yang luar yang punya ahli waris di makamkan di dusun Kuncen, mengganti tenongan dengan uang infak. Besarnya uang disesuaikan dengan nilai makanan dalam tenongan.
Usai dari makam, Nyadran kemudian dilanjutkan dengan melakukan anjangsana ke rumah-rumah tetangga. Berbagai aneka makanan disajikan, tiap tamu yang hadir diwajibkan menyantap makanan yang dihidangkan.
“Yang kita datangi kan banyak,ya kita makanya sedikit-sedikit,wah kalau tidak,perut tidak muat,” ungkap Heri tertawa.

Sumber: timlo.net


Selanjutnya...

Ruwah, Petani Mawar Meraup Berkah

Pemetik bunga mawar.

Bulan Ruwah menjadi berkah bagi para petani Bunga Mawar. Tak lain karena permintaan Bunga Mawar meningkat seiring dengan Ritual Sadranan yang dilakukan warga.
Tingginya permintaan membuat harga bunga yang kerap dipakai ubo rampe ritual tradisi masyarakat Jawa itu melambung tinggi. Semula harga bunga tersebut hanya Rp 1.000 perbungkus. Namun, karena tingginya permintaan harga satu bungkus Bunga Mawar saat ini mencapai Rp 20 ribu.
Di antara jenis Mawar, Mawar Jambon (merah muda –Red) yang paling mahal dan langka. Paling banyak ditemui di pasar-pasar tradisional adalah mawar merah dan putih.
“Mawar Jambon sulit dan mahal, kita tidak berani kulakan,” ungkap Parni, pedagang bunga di Pasar Boyolali Kota, Kamis (12/7).
Meski mahal, lanjut Parni, ada juga pembeli yang khusus mencari Mawar Jambon. Bila itu mendesak dan sangat diperlukan, baru dirinya berani mencarikan.
Sementara itu, bagi kalangan petani di wilayah Boyolali sendiri, permintaan Bunga Mawar selama Sadranan ini juga mengalami peningkatan. Bahkan, Bunga Mawar yang belum dipetik sudah dipesan pengepul untuk dijual ke Solo maupun Yogyakarta.

Sumber: timlo.net


Selanjutnya...

Rabu, 11 Juli 2012

Boyolali Jadi Proyek Percontohan Singkong Bioetanol

Perkebunan singkong. (Sumber)
 Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah, akan dijadikan proyek percontohan tanaman singkong untuk bahan bakar alternatif bioetanol oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

Kepala Kelurahan Mojosongo Mawardi, di Boyolali, Rabu, mengatakan, proyek percontohan tanaman singkong tersebut sudah disiapkan lahan seluas 15 hektare di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Mojongoso, Boyolali.


Menurut dia, kegiatan budidaya tanaman singkong yang akan digunakan sebagai bahan bakar alternatif tersebut, ditanam di lahan bekas tanah kas desa setempat.


Rencananya pelaksanaan program pencontohan tersebut dimulai pada pekan depan, dan akan dihadiri oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Syarifuddin Hasan.


Ia menjelaskan, daerah kecamatan Mojongoso merupakan dikenal sentra buah pepaya unggulan jenis MJ-9 dan juga banyak tanaman singkong. Sehingga, para petani di Mojosongo kemudian ditunjuk sebagai lahan percontohan tanaman singkong Bogor.


"Tanaman singkong itu, dapat ditanam sebagai tanaman sela pada lahan tanaman pepaya yang kini terus dikembangkan oleh pata petani setempat," katanya.

Menurut Asisten II Kabupaten Boyolali Juwaris, budidaya singkong untuk bahan bakar alternatif bioetanol tersebut dilakukan oleh Forum Kepemudaan Jawa Tengah.

Pemkab Boyolali hanya menyiapkan lahan untuk penanaman singkong yang rencananya digunakan sebagai bahan bakar alternatif tersebut

.
Menurut dia,l lahan yang digunakan untuk lahan percontohan itu, menggunakan tanah kas desa yang sebelumnya disewakan untuk ditanami tebu. Singkong yang ditanam jenisnya khusus atau hibrida, dan hanya sekali tanam saja.

Menyinggung dipilihnya Boyolali sebagai proyek percontohan, kata dia, karena masyarakat sudah membudidayakan tanaman singkong, dan cuaca juga sangat cocok untuk tanaman itu.

"Tanaman singkong ini, dinilai lebih menguntungkan. Hasil panen singkong itu, akan dikirim ke pabrik diolah menjadi bioetanol," katanya.

Bahkan, kata dia, ampas singkong yang menjaid limbahnya juga dapat digunakan pakan ternak sapi atau memiliki nilai ekonomis.



"Rencana percontohan tanaman singkong bioetanol itu, uji coba hanya satu tahun. Jika cocok akan dikembangkan lebih luas hingga 200 hektare dan pabrik akan dibangun di Boyolali," kata Juwaris.





Sumber: antarajateng.com







Selanjutnya...

Bumi Perkemahan Wonopotro Diresmikan

Bupati resmikan Bumi Perkemahan Wonopotro.

Bupati Boyolali Seno Samudro, Rabu (11/7) pagi, meresmikan Bumi Perkemahan Wonopotro di Dusun Glagahombo, Desa Blumbang, Kecamatan Klego. Bumi perkemahan dibangun dengan menggunakan anggaran dari Kementrian Pemuda dan Olahraga senilai Rp 1,4 miliar.
Dalam kesempatan tersebut, Bupati Boyolali, meresmikan sekaligus menyerahkan pengelolaan bumi perkemahan Wonopotro kepada pihak Desa Blumbang.
”Penggelolaanya nanti kita serahkan ke pihak desa, sekaligus memberdayakan masyarakat sekitar,” tandas Bupati usai peresmian.
Selain nanti digunakan untuk kegiatan pramuka baik tingkat kwartir maupun kwarcab, bupati berharap juga bisa dilakukan kegiatan pramuka untuk tingkat nasional. Selain itu, bupati juga akan melakukan penambahan pengelolaan seperti untuk pariwisata.
”Yah kita akan kembangkan juga menjadi tempat wisata, tadi Disparbud sudah mempunyai ancang-ancang anggaran untuk mengelola tempat ini menjadi salah satu tujuan wisata,” ungkapnya.
Di bumi perkemahan ini sendiri dilengkapi dengan beberapa fasilitas, seperti pendopo atau joglo, gardu pandang, kantor, MCK,  Mushola serta Kantor Kwarcab Boyolali. Bumi Perkemahan Wonopotro sendiri berada di atas bukit dengan dikelilingi hutan jati yang masih alami. Hanya saja untuk menuju ke lokasi, jalanya masih setapak, bupati berjanji akan mengusulkan anggaran untuk memperbaiki jalan tersebut.
Selain di Wonopotro, Boyolali juga memiliki bumi perkemahan yang sudah terkenal yaitu di Pantaran Ampel. Bumi perkemahan ini berada di lereng Gunung Merbabu.


Sumber: timlo.net

Selanjutnya...

Senin, 02 Juli 2012

Eman-eman, Umbul Nepen Belum Dikelola

Kabupaten Boyolali memiliki banyak obyek wisata, mulai dari wisata Gunung Merapi-Merbabu, wisata air Tlatar dan Pengging hingga wisata spiritual yang tersebar di beberapa wilayah. Namun dari beberapa obyek wisata yang sudah dikenal, rupanya tak sedikit yang belum dikemas dengan baik untuk tujuan wisata. Salah satunya adalah Umbul Nepen yang berada di Kecamatan Teras, Boyolali.
Umbul Nepen sendiri berada di pinggir jalan alternatif Teras Boyolali dengan Tulung Klaten. Untuk mencapai Umbul ini tidaklah sulit karena jaraknya yang tidak begitu jauh dari Jalan Raya Solo-Semarang. Saat ini, Umbul Nepen lebih banyak dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk mandi, mencuci dan pengairan.
Menurut salah satu tokoh masyarakat, Jarot Suryono, Umbul Nepen ini pernah kering. Berbagai upaya dilakukan warga untuk menghidupkan kembali, seperti mengelar ritual sebar menthok dan Rodatan di lokasi. “Ada lima tahunan mengering, waktu gempa Jogja kemarin itu airnya mulai keluar, tapi debitnya masih sedikit, kita bersama dengan masyarakat melakukan upaya agar airnya bisa keluar lagi,” ungkapnya.
Usaha yang dilakukan wargapun tidaklah sia-sia, sumber air di Umbul Nepen kembali keluar. Bahkan debit airnya sangat besar melebihi sebelum-sebelumnya. ”Yah kita ingin ini bisa jadi tempat wisata, biar lebih ramai,” ujar Jarot.
Untuk menarik pengunjung, Umbul Nepen pun dibenahi dengan diberi tembok pembatas. Upaya ini berhasil dan mulai banyak pengunjung yang datang menikmati segarnya sumber air alami.


Sumber: timlo.net



Selanjutnya...