• Selama tiga kali pasaran terakhir, harga penjualan sapi di Pasar Hewan Sunggingan, Boyolali mengalami penurunan Rp 500.000 – Rp1 juta tiap ekor.
  • Revitalisasi Umbul Tirtomulyo di Dusun Umbul, Kemasan, Sawit, Boyolali, tahap pertama sudah berjalan 60%.
  • Sebanyak 10 orang siswa dari OSIS SMK Ganesha Tama dan SMK Muhammadiyah 4 mengadakan kerja bakti membersihkan coretan di dinding bagian depan Taman Sono Kridanggo dan BPD Boyolali.
  • Menghadapi musim penghujan yang intensitasnya mulai tinggi, BPBD Boyolali melakukan pemetaan daerah rawan bencana alam.

Jumat, 24 Februari 2012

Ke Selo, Ojo Lali Cicipi Jadah Khas Nggunung







Pesona alam Merapi-Merbabu sampai kapan pun tetap akan menjadi idola bagi wisatawan. Keindahan alamnya menjadi daya tarik tersendiri. Namun bila berkunjung lereng dua gunung tersebut,  Selo, Kabupaten Boyolali, jangan lupa untuk menikmati makanan khas masyarakat nggunung, jadah ragi manis plus tempe bacem.

Hawa dingin pegunungan terasa menusuk tulang belulang. Namun dinginya Merapi akan sirna tatkala di depan mata terhidang jadah khas Selo. Hemmmmmm… selain gurih, jadah khas Selo ini paling enak dinikmati dengan teh kampul. Pokoknya nyamleng…

Salah satu warung jadah yang sudah terkenal adalah milik Mbah Jadah Waginem. Di usianya ke 87 tahun tersebut, Mbah Jadah Waginem merupakan generasi ke tiga. Usaha keluarga turun temurun ini menurut keterangan Mbah Jadah sudah berusia hampir 300 tahun. ”Wah ini sudah lama sekali, turun temurun, saya sendiri sudah menekuni sejak 75 tahun lalu,” papah Mbah Jadah yang masih tetap energik, baru-baru ini.

Untuk mempertahankan pelangganya, Mbah Jadah mempunyai kiat khusus dalam mempertahankan rasa. Salah satunya adalah memilih kelapa dengan kualitas terbaik dan pemilihan beras ketan yang bagus. ”Semua bahan yang kita gunakan kualitasnya terbaik. Jadah buatan kita ini bisa bertahan selama seminggu,” ungkapnya sambil melayani pembeli.


Selain cita rasa, untuk menarik pelanggan, jadah pulen ini dinikmati dengan ragi manis yang terbuat dari parutan kelapa yang dimasak dengan cita rasa manis dan tempe bacem. Satu potong jadah dijual Rp 1.000 . Pelanggan yang datang berasal dari berbagai wilayah, seperti Solo, Yogyakarta, Semarang hingga Jakarta. Nah bila Anda berkunjung ke Selo, jangan lupa untuk mencicipi jadah khas Ngunung.

Sumber



Selanjutnya...

Rabu, 22 Februari 2012

#BylFoto: Banjir di Ngemplak, Boyolali






Diguyur hujan semalamn, Ngemplak banjir 1,5 meter. Sumber


.
Puluhan rumah terendam banjir di Kismoyo, Ngemplak akibat hujan deras yang mengguyur sejak selasa (21/20) malam hingga rabu pagi. Sumber



Banjir juga merendam Sekolah Dasar. Sumber.




Banjir menyentuh perut orang dewasa. Sumber.



Banjir genangi sekolah, siswa diliburkan. Sumber


.

Selanjutnya...

Uji Nyali Di Jembatan Gantung Peninggalan Belanda









Dengan konsentrasi penuh, seorang perempuan tengah baya mengendarai sepedanya melintas di atas papan kayu selebar 50 cm, Selasa (21/2/2012). Siapapun yang melihat pasti akan menyebutnya bernyali besar.
Maklum, dia bukan sedang berkendara di atas jalan biasa. Tapi melintas di jembatan yang berada sekitar 10 meter di atas aliran Sungai Pepe, penghubung Dukuh Gatak, Desa Ngesrep, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali dan Dukuh Karanganyar, Desa Bolon, Kecamatan Colomadu, Karanganyar.  Papan kayu yang terpasang hanya cukup dilewati oleh pejalan kaki dan pengendara sepeda motor.
Benar-benar butuh keberanian ekstra untuk melakukannya. Namun perempuan tersebut sama sekali tak ketakutan. Maklum bukan sekali ini dia menantang bahaya. Hal yang sama juga kerap dilakukan oleh penduduk desa setempat. Meskipun berisiko, warga tetap nekat melewati jembatan bekas peninggalan Belanda itu. Itu adalah jalur terdekat penghubung dua desa. Jika memilih jalan yang lebih aman, warga harus memutar cukup jauh, sekitar 6 km.
Jembatan dengan panjang sekitar 30 meter itu bukanlah jembatan sebenarnya. Bangunan itu adalah talang saluran irigasi, kemudian difungsikan sebagai jalan pintas bagi warga sekitar. Sebagian warga hanya menuntun sepedanya jika melintas. Namun ada juga yang nekat tetap menaiki sepeda atau motornya dengan berpegangan pada besi pengaman yang dikaitkan dengan seling baja yang terpasang di sisi barat jembatan.
Di sisi timur belum terpasang besi pengaman serupa. Otomatis, pengendara motor dari arah utara butuh perjuangan berat. Caranya, tangan kanan berpegangan pada besi pengaman. Sedangkan tangan kiri gantian memegang stang gas.
“Saya sudah tidak takut lagi melewati jembatan ini walaupun naik sepeda, karena sudah biasa. Ini jalan terdekat untuk pergi ke Desa Bolon. Tapi lewat jembatan ini memang harus hati-hati, apalagi yang belum terbiasa. Sudah beberapa orang yang jatuh ke sungai hingga patah tulang, bahkan ada yang meninggal,” kata Asmawati, Warga Dukuh Gatak, Desa Ngesrep, Ngemplak, ketika ditemui seusai melintas jembatan, Selasa (21/2).
Warga lainnya asal Ngesrep, Fitri, menyebut jembatan itu sudah ada sejak zaman Belanda. Sejak dulu memang kondisinya seperti itu. Meski berbahaya, warga sudah terbiasa lewat karena mempersingkat jarak tempuh. Ketika ditanya apakah setuju jika papan di jembatan diperlebar, Fitri dengan tegas menolak.
“Papannya segitu saja orang sudah berani naik motor atau sepeda. Kalau papannya diperlebar, nanti malah ngebut. Tambah bahaya,” tukas Fitri.



Selanjutnya...

Jumat, 17 Februari 2012

Menengok Peninggalan Mataram Hindu di Cepogo, Boyolali










Di Dukuh Bakulan, Desa Jelok, Kecamatan Cepogo, Boyolali, ada daya tarik yang patut disambangi. Ada peninggalan kuno berupa batu tumpuk yang berjumlah sekitar sembilan buah yang terdapat di lahan milik warga. Kini batu-batu itu disatukan di dalam kompleks pesanggrahan Siti Maryam, tokoh masyarakat setempat.
Konon, batu-batu itu sendiri yang secara gaib memberi isyarat minta dipindahkan ke dalam kompleks petilasan. Uniknya, batu tumpuk itu berada pada posisi tegak berdiri. Padahal kondisinya miring dengan bentuk batu di atas lebih besar dari yang untuk tumpuan.


“Ditemukan warga sudah begitu adanya. Sejak sekitar puluhan tahun lalu tidak berubah. Baik cuaca hujan ataupun panas tidak merubah posisinya,” papar warga setempat, Aliman saat ditemui Espos di Dukun Bakulan, Desa Jelok, Kecamatan Cepogo. Di antara batu-batu tumpuk itu ada sebuah patung lembu tidur yang dianggap sebagai peninggalan sejarah. Patung itu teronggok di bawah pohon besar yang dipercaya sebagai punden oleh warga setempat.
Gito, generasi ke delapan juru kunci pesanggrahan itu mengaku tidak mengetahui asal muasal patung dan sejumlah susunan batu. Semenjak dia masih anak-anak, batu-batu itu sudah ada, dan tertata seperti itu. Menurutnya, di tempat tersebut juga terdapat sebuah kitab kuno. Namun, kitab itu dia ketahui saat dirinya masih remaja. Bertuliskan huruf Jawa dan Arab tanpa tanda baca. Namun, saat ini kitab itu hilang bersamaan meninggalnya juru kunci terdahulu, sekitar 45 tahun lalu.


“Diduga, ini merupakan peninggalan masa Mataram Hindu. Sebab, situs berbentuk lembu hanya ada pada masa itu. Bisa jadi merupakan arca lembu nandini yang menjadi kendaraan Siwa,” kata Kaur Pembangunan Desa Jelok, Munir. Pihaknya berharap adanya optimalisasi objek wisata situs bersejarah di daerah Boyolali.



Selanjutnya...

Senin, 13 Februari 2012

Makam Ki Hajar Saloka


Makam Ki Hajar Saloka terletak di atas sebuat bukit tepatnya di sebelah barat daya Lapangan Desa Samiran Kecamatan Selo, Boyolali. Pada zaman Kerajaan Majapahit, Ki Hajar Saloka termasuk salah seorang senopatinya. Saat menjelang keruntuhan Majapahit Ki Hajar Saloka melarikan diri ke gunung dan sampailah di Gunung Kidul, Wonosari dan mendirikan sebuah


padepokan bernama Padepokan Ki Ajar Saloka, kemudian melanjutkan perjalanan ke pegunungan-pegunungan dan sampailah di sebelah utara Gunung Merapi dan wafatlah beliau.
Ki Hajar Saloka dimakamkan di puncak bukit tersebut dan menjadi cikal bakal makam tersebut. Keanehan yang terjadi menurut cerita para sesepuh Ki Hajar Saloka tidak mau pada pusara tempat ia nantinya disemayamkan diberikan nisan, rumah (cungkup). Namun, beliau makamnya cukup gundukan tanah saja dan menyerupai tumpeng dan keanehan lain pun terjadi walaupun cuma gundukan tanah dari dahulu sampai dengan saat ini makam tersebut tanahnya tidak pernah terkikis habis oleh air hujan





Selanjutnya...

Kamis, 09 Februari 2012

Jadah Khas Selo






  


Kecamatan Selo berada di jalur Boyolali – Magelang yang terletak dilereng Gunung Merapi dan Merbabu, tepat ditengah lekukan kedua gunung tersebut. Karena berada di dataran tinggi maka udaranya pun dingin, dan memang cocok jika memilih Jadah Bakar sebagai cemilan. Jadah adalah sebuah makanan yang terbuat dari ketan yang diolah bersama dengan parutan.


  



kelapa sehingga menghasilkan rasa gurih yang khas. Terasa gurih sendiri berasal dari ketan dan rasa-rasa parutan kelapa. Jadah di Selo Boyolali ini dibakar terlebih dahulu, dan penyajiaanya bersama serundeng. Serundeng adalah parutan kelapa yang dibumbui gula jawa. Sedangkan bahan dasar jadah adalah beras ketan putih yang ditumbuk. Penyajian Jadah Bakar Selo Boyolali ini dengan piring rotan yang diberi alas daun pisang yang dilembarkan. Dan cara makan Jadah Bakar adalah dicocol dengan serundeng. Bahkan karena rasa gurihnya yang sangat pas, jadah bakar ini bisa dinikmati begitu saja tanpa tambahan apapun.



Nikmatnya menyantap jadah apalagi kalau dimakan pada waktu masih hangat, ditemani dengan secangkir kopi hitam yang kental dengan pemandangan pegunungan tentunya. Setelah mencicipi, jangan lupa beli juga untuk oleh - oleh keluarga dan tetangga dirumah.



Selanjutnya...

Rabu, 08 Februari 2012

Candi Lawang


Namanya adalah Candi Lawang. Lawang itu bahasa Jawa yang artinya pintu. Lha kenapa disebut seperti itu? Karena candi ini sangat mencolok bentuk pintunya. candi ini adalah susunan batu candi,ada diantaranya yg masih di renovasi. Candi Lawang ini tidak berpenjaga.

Ini adalah candi Hindu abad ke-9 yang menghadap ke arah Barat. Ya bisa karena di bilik utama ada yoni tanpa lingga. Yoninya juga unik karena memiliki saluran berlubang sebagai tempat keluarnya air. Mirip dengan yang di Candi Merak. Di sekeliling candi tidak ditemukan arca maupun relief. Yang ada hanya batu berornamen. Sekitar candi tersebar bebatuan yang belum disusun. Candi ini tepat berada di belakang rumah. Sepertinya keberadaan candi ini sudah diketahui sejak dulu. Satu lagi, candi ini cukup fotogenik.


Butuh perjuangan untuk bisa mencapai candi ini. Letak administratif candi ini ada di Dusun Gedangan, Kec. Cepogo, Kab. Boyolali, Jawa Tengah. Dari Jogja menuju kota Boyolali bisa ditempuh selama 1,5 jam menggunakan sepeda motor. Rute yang paling singkat adalah Jogja-Klaten-Boyolali tanpa perlu melewati Kartasura. Untuk menuju Kec. Cepogo, arahkan kendaraan ke jalur menuju Ketep Pass. Sedangkan untuk menuju Candi Lawang, alangkah baiknya kalau bertanya kepada warga. Walau ada beberapa papan petunjuk arah ke candi, tetap saja kami menghabiskan waktu 30 menit untuk tersasar di Dusun Gedangan. Sekali lagi, tanyalah warga! Jangan segan karena warga disini ramah kepada pendatang.

sumber 


Selanjutnya...

Kamis, 02 Februari 2012

Boyolali







Kabupaten Boyolali (Bahasa Jawa,Boyolali, boya berarti tidak, lali berarti lupa, dan secara harafiah: "tidak lupa". Makna kata Boyolali mengandung maksud bahwa para pelaku pemerintahan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya selalu waspada, demikian juga rakyat selalu patuh, taat dan penuh kewaspadaan dalam melaksanakan kewajibannya.), adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Boyolali, terletak sekitar 25 km sebelah barat Kota Surakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan [[Kabupaten Semarang] dan Kabupaten Grobogandi utara; Kabupaten SragenKabupaten KaranganyarKabupaten Sukoharjo, danKota Surakarta (Solo) di timur; Kabupaten Klaten dan Daerah_Istimewa_Yogyakartadi selatan; serta Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang di barat. Kabupaten ini termasuk kawasan Solo Raya.





Geografi

Kabupaten Boyolali membentang barat-timur sepanjang 48 km, dan utara-selatan 54 km. Sebagian besar wilayahnya adalah dataran rendah dan dataran bergelombang dengan perbukitan yang tidak begitu terjal. Menurut ketinggian, wilayah Kabupaten Boyolali dikelompokkan sebagai berikut:

Dataran Tinggi di Barat
Bagian barat merupakan daerah pegunungan, dengan puncaknya Gunung Merapi (2.911 m) dan Gunung Merbabu (3.141 m), keduanya adalah gunung berapi aktif. Daerah dengan ketinggian sekitar 700-3.000 m dpl ini meliputi lima kecamatan, yaitu AmpelCepogoMusuk, dan Selo, dan ditandai oleh iklim yang sejuk dan sesuai untuk pertanian, terutama untuk tanaman seperti kol, wortel, bawang merah, tembakau, teh, dan cengkeh. Wilayah ini juga sebagai pusat produksi susu di Boyolali. Dengan tanah vulkanik yang baik dan dekat pusat administrasi kabupaten, wilayah ini memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi. Pada kedua gunung berapi, budidaya pertanian oleh masyarakat hingga batas sekitar 1600-1800 m di atas permukaan laut dan berakhir di perbatasan hutan nasional yang dilindungi.
Dataran Rendah di Timur
Daerah antara pusat kota Boyolali ke timur menuju arah Kota Surakarta (Solo) sebagian besar datar dan didominasi oleh sawah. Sumber air yang paling alami dan sungai-sungai utama dapat ditemukan di sini. Dengan ketinggian 100-400 m dpl, selain meliputi daerah pusat kota di kecamatan Boyolali dan Mojosongo, daerah ini meliputi empat kecamatan lainnya, yaitu TerasBanyudonoTeras, dan Sawit. Daerah ini berada di jalur utama Semarang-Solo, dengan pusat-pusat industri berada di jalur utama ini. Di bagian timur daerah ini terdapat Bandara Internasional Adi Sumarmo yang melayani untuk kawasan Solo dan sekitarya, serta asrama haji Donohudan yang digunakan oleh jamaah haji dari Jawa Tengah bagian utara, sebagai akomodasi ketika hendak berangkat ziarah ke Makkah untuk ibadah haji melalui Bandara Internasional Adi Sumarmo, maupun sepulangnya
Bagian Utara
Wilayah terluas meliputi bagian utara kabupaten, meliputi kecamatan SambiNogosariSimoKlegoAndongKaranggedeKemusu,Wonosegoro, dan Juwangi. Daerah ini memiliki kepadatan penduduk yang lebih rendah dibandingkan daerah lainnya, dan memiliki hambatan dari kondisi geografis, geologis, dan infrastruktur. Dengan iklim yang relatif kering, walaupun dilalui oleh beberapa sungai utama Boyolali, sebagaian besar daerah ini kurang sesuai untuk budidaya tanaman padi persawahan basah. Dengan kurang adanya dukungan jalan utama di daerah ini, hampir tidak ada industri besar dapat ditemukan. Sumber daya alam yang paling penting adalah budidaya kayu jati dengan adanya hutan jati di daerah utara Boyolali. Pada daerah utara ini juga terletak Waduk Bade di kecamatan Klego, serta ada Waduk Kedungombo yang daerah genangannya meliputi sebagian kecamatan Kemusu dan Juwangi (sedangkan bendungannya termasuk wilayahSragen) yang digunakan untuk mengairi lahan persawahan seluas 3.536 HA di wilayah utara Jawa Tengah dan dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi dari sektor pariwisata dan perikanan air tawar. Bagian utara yang berbatasan dengan Kabupaten Groboganmerupakan daerah perbukitan, bagian dari rangkaian Pegunungan Kendeng.




Selanjutnya...

Rabu, 01 Februari 2012

Obyek Wisata Pengging, Boyolali Situs Peninggalan 4 Kerajaan Beken

Kabupaten Boyolali menyimpan satu pesona wisata alam dengan air melimpah. Tepatnya di Pengging, Kecamatan Banyudono. Banyak rahasia sejarah tersimpan di lokasi ini. Pengin tahu ? Simak reportase Anwar Mustafa, Deni Nurindragani dan Sekretaris Redaksi Koran JITU Ardito Yuliadhi yang ingin melihat peradaban luar.

MINGGU pagi,  udara di Obyek Wisata Pengging masih sejuk. Mendung menghalangi sebagian sinar matahari. Tak ada panas terik menyengat hari itu. Selain karena cuaca yang agak mendung, banyaknya pepohonan di Pengging membantu kita bernapas leluasa. Hampir di semua peman dian yang ada di Pengging, pohon besar dan rimbun selalu menjadi ciri khas. Mempertahankan paru-paru bumi yang semakin lama kian susut. Luas areal Obyek Wisata Pengging ini memiliki luas total 2.500 meter persegi. Sebagian besar wilayahnya berada di bawah pengelola an Dinas Pariwisata Pemkab Boyolali.

Secara khusus, Pengging diurus oleh unit pelaksana teknis dinas (UPTD). Sedikitnya terdapat tiga pemandian alam dan satu pemandian buatan yang khusus dipakai untuk anak-anak. Minggu itu, semua pemandian penuh. “Kalau liburan, rata-rata peng unjung 1.000 orang. Selain hari libur, ya sepi. Membeludak sampai 4.000 orang kalau ada momen khusus. Misalnya padusan sebelum puasa Ramadan,” ujar Wali yanto, Kepala UPTD Budaya Ziarah Pengging Dinas Pariwisata Pemkab Boyolali kepada Koran JITU.

 Di obyek wisata yang umum, terdapat tiga pemandian alami, yakni Umbul Ngabean, Temanten dan Dudo. Dulu, di umbul tersebut sering digelar perlombaan musik tradisional ciblon. Musik ini unik. Karena dimainkan tanpa alat musik. Bunyi dihasilkan denga n sebuah teknik tertentu memukul air yang dilakukan sambil mandi. Warga setempat sangat akrab dengan musik ciblon ini. Ada kalanya, sebagai sebuah kebiasaan, tradisi ciblon sambil bermusik ini dilakukan setiap kali mandi di berbagai umbul (sumber air) yang ada di Pengging. “Tetapi sekarang sudah jarang digelar lomba. Tradisi itu sebenarnya bisa menarik wisatawan. Apalagi, sekarang di sini sudah dibangun Amphitheatre. Kalau kebiasaan masyarakat ciblon masih dilakukan,” kata Waliyanto.


Pengging dilengkapi pula dengan wisata kuliner. Yang menjadi unggulan adalah pemancingan. Wisatawan bisa mendapatkan ikan di sini, lalu langsung memasaknya. Kalau malas mancing, ada restoran yang menyediakan berbagai menu cepat saji. Obyek wisata ini juga dekat dengan pasar. Banyak barang kerajinan tradisional khas Boyolali dipasarkan di tempat itu. Pokoknya lengkap. Selain lokasi yang sudah disebutkan di atas, Pengging masih memiliki beberapa pemandian. Namun, fungsinya sedikit berbeda karena lebih mengarah pada wisata ziarah. Yakni Umbul Sungsang, Keputren, Kedhaton dan beberapa sumber air alami lain.


Perbedaannya, umbul- umbul tersebut lebih dikunjungi wisatawan yang mempunyai tujuan ziarah. “Mereka ini datangnya malam hari. Biasanya di atas pukul 23.00. Hampir setiap malam ada peziarah datang. Paling ramai kalau Jumat yang jatuh di hari pasaran Jawa Pahing. Kalau siang seperti ini, jarang. ,” beber Waliyanto. Para peziarah tersebut memang tak salah jika berkunjung ke Pengging dengan berbagai peninggalannya. Kerajaan Majapahit misalnya. Di salah satu sudut Obyek Wisata Pengging ada makam Dyah Ayu Retno Kedhaton, putri Prabu Brawijaya. Lalu, ada makam Kebo Kenanga.

 Selain itu, ada juga orang penting bernama Handayaningrat, orang yang pernah berada di Kerajaan Mataram. Tidak hanya pejabat kerajaan saja yang dimakamkan di Pengging. Yosodipura I juga beristirahat terakhir di Pengging dan menjadi salah satu ikon wisata ziarah di tempat ini. Tidak sulit mencapai seluruh lokasi tersebut. Jaraknya masing- masing umbul dan makam para tokoh sejarah berdekatan. Hanya ratusan meter dan bisa ditempuh dengan jalan kaki. Sekaligus, menikmati hawa bersih Pengging, di Kecamatan Banyudono, Boyolali.


Sumber: Koran Jitu



Selanjutnya...