• Selama tiga kali pasaran terakhir, harga penjualan sapi di Pasar Hewan Sunggingan, Boyolali mengalami penurunan Rp 500.000 – Rp1 juta tiap ekor.
  • Revitalisasi Umbul Tirtomulyo di Dusun Umbul, Kemasan, Sawit, Boyolali, tahap pertama sudah berjalan 60%.
  • Sebanyak 10 orang siswa dari OSIS SMK Ganesha Tama dan SMK Muhammadiyah 4 mengadakan kerja bakti membersihkan coretan di dinding bagian depan Taman Sono Kridanggo dan BPD Boyolali.
  • Menghadapi musim penghujan yang intensitasnya mulai tinggi, BPBD Boyolali melakukan pemetaan daerah rawan bencana alam.

Selasa, 15 Mei 2012

Prof Dr Soeharso, Pejuang Kemanusiaan

Prof Dr Soeharso.

Tim SAR dan relawan kemanusiaan dalam jumlah ribuan bekerja keras menangani evakuasi korban Sukhoi di Gunung Salak. Sungguh mulia tugas kemanusiaan yang dijalani para relawan ini. Menembus hutan siang dan malam, mereka tak lelah berupaya mengevakuasi jenazah korban Sukhoi.

Aksi mereka menunjukkan bahwa spirit kemanusiaan tidak pernah padam dari bumi Indonesia. Spirit yang sudah muncul sejak masa perjuangan. Bicara spirit dan pengabdian kemanusiaan, publik Indonesia tidak akan pernah lupa pada jasa Prof dr Soeharso. Minggu (13/5) kemarin, tepat 100 tahun Prof Soeharso, salah satu pejuang dan pahlawan kemanusiaan terbaik yang pernah dilahirkan bangsa ini.

Prof Dr Soeharso lahir di Boyolali pada tanggal 13 Mei 1912. Dia lulus dari NIAS (Nederland Indische Artsen School) di Surabaya dilanjutkan bekerja di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Surabaya. Soeharso lantas dipindahkan ke Sambas (Kalimantan Barat).

Pada awal pendudukan Jepang, Soeharso termasuk dalam daftar orang-orang terpelajar Indonesia yang harus disingkirkan. Soeharso pun meninggalkan Kalimantan kembali ke Jawa. Dia bekerja di Rumah Sakit Jebres, Solo.

Pada masa perang kemerdekaan, Soeharso banyak membantu para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan dengan menjadi dokter PMI. Inilah awal munculnya niat mulia Soeharso untuk membantu korban perang.

Soeharso membantu menolong para pejuang yang cacat fisik. Awalnya, yang ditolong hanyalah korban perang tetapi meluas hingga ke masyarakat umum.

Dia membuat kaki dan tangan palsu untuk mengurangi beban penderita cacat. Selepas perang kemerdekaan, dia belajar ilmu prothesa (ilmu tentang bahan yang dapat diterima manusia) di Inggris. Sekembalinya dari Inggris, dia mendirikan pusat rehabilitasi (RC) di Solo yang hingga sekarang masih berdiri sebagai rujukan nasional. Dia juga salah satu pakar orthopaedi (bedah tulang) di Indonesia.





Berkat ketulusan perjuangan kemanusiaannya, negara menganugerahi Soeharso gelar pahlawan nasional. Dia meninggal 27 Februari 1971 dan dimakamkan di Dukuh Seboto, Desa Seboto, kecamatan Ampel, Boyolali. Makamnya ini agak jauh masuk ke dalam desa dari jalan raya Solo-Semarang.

Meskipun bergelar pahlawan nasional, tempat peristirahatan terakhirnya sangat sederhana. Jalan menuju pemakaman itu sudah rusak aspalnya di beberapa titik.



Selain rumah sakit dan nama jalan di Solo, Prof Soeharso juga diabadikan untuk nama kapal perang milik TNI AL. Kini, di Solo, putra Prof Soeharso yaitu dr Tunjung menjadi penerus perjuangan kemanusiaan ayahandanya sebagai pakar ortophaedi.







Sumber: merdeka.com





Artikel Terkait