Desa Tumang yang berjarak 16km ke arah barat dari kota Boyolali ini, produknya tidak hanya dikenal di dalam negeri, namun juga di dunia internasional. Produk-produk yang dihasilkan oleh desa ini antara lain bathtube, air mancur, lampu robyong, lampu stand, lampu meja, kaligrafi, relief, vas, guci, dan barang untuk proyek-proyek pembangunan.
Banyak pesanan yang datang dari Amerika, Australia, dan Belanda. Kerajinan vas bunga dihargai sekitar Rp250 ribu-Rp1 juta, kaligrafi Rp200 ribu-Rp1 juta, kerajinan logam lampu dinding Rp350-Rp900 ribu per unit dan kerajinan logam bak mandi sekitar Rp3,7- Rp7 juta per unit.
Tentunya kesuksesan para pengrajin Tembaga Tumang tidak instan, mereka telah mengalami pasang surut. Awalnya, pemasaran dilakukan dengan menjual barang hasil kerajinan dengan berkeliling. Bayangkan jika mereka membawa barang yang terbuat dari tembaga dalam jumlah yang banyak, sungguh ini bukan hal yang mudah. Dahulu, pengrajin merangkap sebagai produsen sekaligus sebagai distributor, tanpa ada perantara. Minimnya sarana transportasi ketika itu juga menjadi penghambat pendistribusian.
Terbatasnya jumlah pasar ketika itu juga menjadi masalah. Dahulu pasar hanya buka setiap lima hari sekali menurut hari penanggalan jawa: legi, pahing, pon, wage, dan kliwon. Setiap pasar hanya memiliki satu hari untuk buka, jadi para pengrajin pun tidak bisa menetap berjualan, karena hari berikutnya mereka harus berpindah.
Sekarang para pengrajin tidak dihadapkan oleh masa suram, pasar yang ada dihadapan mereka lebih besar, media dan komunikasi berkembang dengan pesat, transportasi tersedia dimana-dimana, kemajuan di bidang sains dan teknologi berkembang tiap detiknya. Semua ini kemudian dimanfaatkan oleh para pengrajin Tembaga Tumang. Karena bagaimanapun juga, kerajinan ini perlu ditumbuh kembangkan karena sangat memiliki nilai positif bagi perekonomian dan juga potensi wisata bagi kabupaten Boyolali. Kerajinan tembaga ini juga sudah resmi menjadi produk khas daerah Tumang.
Sumber: eljohnnews.com