Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.com, Jumat (10/8), sentra industri itu mulai dirintis sejak sekitar 2006. Namun setelah tanaman pepaya sulit tumbuh pada masa erupsi Merapi, produksi dodol papaya terhenti. “Sejak pohon-pohon mati kan produksi [dodol papaya] berhenti. Dua tahun ini dan sampai sekarang belum bangkit karena harga kates jadi mahal,” kata salah seorang warga, Agus, 30, saat ditemui Solopos.com.
Dulu, terdapat kelompok yang memroduksi makanan olahan khas tersebut. Namun saat ini, kelompok yang berjuluk Darma Makmur itu pun belum tergerak untuk merintis usaha mereka lagi. “Kami sudah punya label. Bahan tak terjangkau dan sampai sekarang masih sulit memulai lagi,” kata Ketua Darma Makmur, Siti Aisyah saat ditemui Solopos.com di kediamannya.
Selain pepaya, lanjut dia, dodol tersebut juga menggunakan bahan baku roti. Harga bahan untuk campuran itu pun dikatakannya tak terjangkau dibanding dengan nilai jual dodol pepaya. “Kami kesulitan menghitung belum lagi jika dititipkan ada waktu kadaluarsa dan kami belum siap merugi,” tukas Siti.
Selain itu, proses pengerjaan secara manual memakan waktu anggota kelompok. Anggota kelompok, dikatakan Siti, perlahan-lahan menghentikan aktifitasnya lantaran tak berani berspekulasi. “Banyak yang tua-tua dan keluarganya komplain jadi lama-lama mreteli,” tandas dia.
Sumber: harianjogja.com