Tradisi Nyadran masyarakat lereng Gunung Merapi dan Merbabu sudah lama dilakukan nenek moyang mereka. Tradisi ini tidak hanya dilakukan kalangan sepuh. Generasi mudapun ikut andil dalam melestarikan tradisi ini.
Seperti di Dukuh Kuncen Desa Samiran Selo yang berjarak 4 kilo dari Puncak Merapi. Awalnya Nyadran ini digelar pada 1954 dan hanya diikuti 8 kepala keluarga. Namun, sekarang setidaknya terdapat 234 kepala keluarga yang ikut nyengkuyung tradisi ini.
“Sekarang hampir semua warga di dusun sini ikut andil tanpa terkecuali, bahkan yang sedang merantau menyempatkan diri untuk pulang,” ujar Sunardi, warga Kuncen, Jumat (13/7).
Nyadran sendiri dimulai dengan membersihkan pemakaman umum kampung setempat. Setelah itu, warga mulai berdatangan sambil membawa tenong atau wadah yang di dalamnya berisi aneka makanan. Setelah diadakan Tahlil dan doa bersama, barulah mereka menikmati makanan yang mereka bawa. Semua yang hadir bebas menikmati makanan tersebut.
Uniknya lagi, seiring dengan perkembangan jaman, warga yang luar yang punya ahli waris di makamkan di dusun Kuncen, mengganti tenongan dengan uang infak. Besarnya uang disesuaikan dengan nilai makanan dalam tenongan.
Usai dari makam, Nyadran kemudian dilanjutkan dengan melakukan anjangsana ke rumah-rumah tetangga. Berbagai aneka makanan disajikan, tiap tamu yang hadir diwajibkan menyantap makanan yang dihidangkan.
“Yang kita datangi kan banyak,ya kita makanya sedikit-sedikit,wah kalau tidak,perut tidak muat,” ungkap Heri tertawa.
Sumber: timlo.net