Seorang warga mencari rumput. |
Salah satu peternak asal Desa Winong, Boyolali Kota, Widodo mengatakan, musim kemarau ini membuat setok pakan hijau-hijaun untuk sapi-sapinya berkurang drastis. Padahal setiap hari ia membutuhkan 25 ikat rumput. “Biasanya harga sekitar Rp1.000/ikat. Akan tetapi, musim kering seperti ini naik menjadi sekitar Rp2.000/ ikat,” katanya.
Para peternak yang memiliki banyak ternak umumnya punya lahan dengan rumput. Namun, lahan itu banyak mengering sehingga rumput yang biasa digunakan untuk pakan terbatas. Pasalnya, lahan hijau tidak mendapatkan pasokan air hujan selama musim kemarau ini.
Mereka pun harus membeli pakan untuk memenuhi kebutuhan ternaknya. Meskipun harga pakan hijau ini menjadi naik hingga dua kali lipat. Widodo pun mencampur hijau-hijauan dengan bekatul dan ubi-ubian seperti singkong. Bebannya sedikit berkurang karena sapi peliharaannya merupakan dagangan yang dijual. Kekurangan bisa ditutup dengan hasil penjualan sapi.
Peternak lain asal Cepogo, Haryanto mempunyai cara lain untuk menyiasati berkurangnya setok pakan hijau-hijauan ini. Peternak yang memiliki delapan ekor sapi ini mengantisipasi kelangkaan pakan hijauan dengan membuat silase. Yakni, pakan hijau-hijauan yang difermentasikan dengan tetes tebu dan bekatul. “Hijauan ini saya cari hingga ke sejumlah wilayah. Pakan saya setok jauh-jauh hari sehingga saat kemarau seperti ini tidak kekurangan pakan,” katanya.
Ia membuat pakan jelang musim kemarau. Pakan silase ini bisa untuk memenuhi kebutuhan selama sebulan lebih. Selain itu, peternak bisa menghemat uang untuk biaya lainnya.
Sumber: solopos.com